Friday, June 8, 2007

Gawat!


Akhir2 ini aku merasa selalu dibuntuti oleh kucing item. Kemaren ketauan naik sapu terbang pake SIT (Surat Izin Terbang) nembak sm auror jaga. Tadi pagi sabun abis, alhasil mandi ciprat2 doang. Karena bangun kesiangan, ga sempet deh turun ke Aula Besar buat sarapan--padahal makanan yang ada tinggal sisa persediaan bulan lalu.


Hari ini bakalan jadi hari yang kaya gimana, ya?


Masuknya Professor Sour en Gadyrev* (bukan nama sebenarnya) ke dalam kelasku kayanya bukan indikasi yang baik. Pasalnya, dia nenek2 paling ganas seantero ruang guru dan panti jompo se-Eropa.


"Belum berdoa? SUDAH JAM SEGINI KALIAN BELUM BERDOA?"


Tuh, kan. Pagi2 udah ngumbar napas naga.


Aku melirik ke arah sobatku yang duduk di sebelahku. Dia sendiri juga tidur2 ayam doang. Huh. Spontan kurobek perkamen yang ada di mejaku dan menulis satu kalimat singkat. Kulemper ke mulutnya yang terbuka. Sayang ga masuk.


Setelah menggosok2 mata sampe berwarna semerah tomat, dia membuka pesanku yang bertuliskan: "Gawat, gurunya galak!"


Saat dia menoleh, aku tersenyum. Dia balas nyengir kuda. Lalu dia balas menulis dan melempar perkamen itu ke mejaku. Isinya: "Mana gw laper, lagi!"


"Pengennya pulang aja ke asrama, abis ngantuk sih..."


"Tapi, pikir2, baru dateng masa udh mau pulang? Ya udahlah, jalanin aja..."


"Gw jadi sakit perut. Ya udh, gw curi2 waktu buat makan aja, ah."


Sobatku cuma memutar bola mata dengan jengkel ketika membaca tulisanku. Lalu tanpa basa basi lagi, dia kembali tertidur. Dasar kebo.


Kurogoh tasku yang udah belel jahitannya dan mengeluarkan cemilanku. Lalu dengan hasrat membara, kulahap makanan itu. Satu keripik, dua keripik, tiga...


HUEKS.


Tepat pas keripik ketiga mau kuluncurkan ke dalam tenggorokan, mata kucing Professor Sour en Gadyrev bertatapan dgn mata lentikku. Gawat, tu guru ngeliat aku makan!


Spontan aku memuntahkan kembali keripik itu ke kantongnya. Sambil jijik2 sendiri, aku berusaha menenangkan debaran jantungku. Professor cuma liat sekilas kok, dia ga nyadar... Tenang, tenang...


Sialnya nih perut masih membandel minta diisi. Tapi pas ngebuka kantong kripik, teringat bahwa tadi ada yang berupa bekas lepehan di dalamnya. Rasanya ususku bermigrasi ke kerongkongan saking mualnya. Aduh gimana, nih? Apa kukasih ke temen aja kali, ya...


Kulempar kantong keripik bermasalah itu ke arah muka sobatku. Dia tersentak dan memandang jengkel ke arahku. Tapi ekspresinya berubah ketika melihat kantong keripiknya.


"Makasih, ya! Pas banget, gw juga laper..." dia membuka kantong keripik itu dengan bergairah. "Tumben ngasi makanan. Ada angin apa, nih?"


"Justru karena gw ga suka makanya gw kasih elu."


Dia mencibir, lalu mulai melahap keripiknya. Seketika dahinya mengernyit. "Kok rasanya asem2 gini, sih? Bener2 ga enak..."


Haduh. Dia nyadar ga, ya?


"Ya, lumayan deh. Daripada gw mati kelaperan."


Untung dia bego.


Lalu kuliat si Nenek Naga melangkah keluar. Lega karena ancaman terbesar penyebab kematian kami di sekolah ini telah pergi (meski hanya untuk sesaat), kami mengobrol kembali dengan volume suara normal.


Aku menengadah dengan mata menerawang. "Ngomong2 soal mati, kalo gw mati, ntar masuk mana, ya..."


Terbayang kembali perjalanan singkat kehidupanku selama 15 tahun ini laksana potongan memori Pensieve yang termodifikasi dengan kasar. Aku memecahkan vas bunga kesayangan Bunda. Aku nyukur bulu anjing chihuahua-ku, Shampoo, pake alat cukur jenggot Ayah. Aku dapet nilai Troll di Ramuan.


Woh. Kayanya potensiku untuk masuk neraka gede juga.


Aku mengacak-acak rambutku dengan frustasi. "Suka2 Tuhan, deh!"


Sobatku mendengus tertawa dengan kejam disela2 keripik di mulutnya. "Halahh, ngapain sih mikirin begituan?" Dia merendahkan suaranya setengah oktaf dan berkata lagi, "...mendingan kita cabut, yuk!"


Mataku melebar, setengah karena Excited, setengah karena mengira aku salah dengar. Sobatku yang biasanya pasif ini, ngajak cabut dari kelasnya si Naga?


"Tapi kemana? Ntar tu guru tau, lagi..." aku ikut2an bisik2.


"Kalo kita ke surga, gurunya ga mungkin tau..."


Dalam sekejap, mataku yang awalnya segede bakso menyusut jadi kayak matanya Park Ji-sung (pmain olahraga muggle asal Korea). Ni anak malah jadi sableng begini. Apa ini efek samping dari keripik lepehan tadi, ya?


"Iya ya, kalo kita ke surga, paling ga kita ga bakalan ketemu tu guru lagi..." aku mencoba menanggapi dengan rasional.


"Emang enak ya, di surga?" Lah. Balesannya malah tambah ngelantur.


Aku memandang berkeliling, memikirkan jawaban yang ga akan menjatuhkan martabatku (yang sebenernya udah jatuh dari dulu). Kalo di surga, ga mungkin panas kaya kelas ini. Ga bakal ada buku2. Kitab2 mantra. Pleajaran. Ramuan, terutama. Mungkin kalo kita benar2 menginginkan dengan tulus, sekolah juga ga bakalan ada. Ga bakalan ada suasana serius kaya kelas ini. Ga bakalan ada...


Tunggu.


"Woy." aku menepuk bahu seorang anak Hufflepuff botak pendek di depanku. "Kok pada serius banget? Ngerjain apaan, sih?"


Anak itu memandangku dengan pandangan menghina. "Kan kita disuruh bikin essay kegunaan batu bulan sepanjang tiga gulung perkamen sampe Professor balik."


Hah? Essay batu bulan? Sampe si Naga balik? Aku bertemu pandang dengan sobatku, yang ekspresinya sama tololnya denganku.


"Nah. Kumpulkan."


Oh mai Gawd. Si Naga udah balik!


Aku dan sobatku hanya bisa berpandangan dengan mulut ternganga dan iler yang menetes dengan biadab sementara anak2 berbondong2 maju ngumpulin gulungan perkamennya.


Kayaknya kucing item yang selama ini buntutin aku masih jatuh cinta berat padaku.


Soalnya... yang kualami kali ini bener2 GAWAT!!!




*COBA KALO KAMU BACA DARI BELAKANG X)
sebenernya ini adalah hasil rombakan dari percakapan yang terjadi di kelas pada platian hari ptama. ohoho...

*mione granger*



No comments: